Kamis, 06 Maret 2008

Minggu, 02 Maret 2008

Muludan


Muludan artinya merayakan mulud yang berasal dari bahasa arab Maulid yang artinya kelahiran. Bulan ini adalah kelahiran Kanjeng Rasulullah Muhammad saw pada tanggal 12 Robi'ul Awal. Bulan Mulud adalah bulan ke tiga dalam perhitungan kalender Islam Jawa. Di bulan ini biasanya ramai terutama di pusat pemerintahan dijaman Kasultanan Cirebon.
Sperti di kraton-kraton lainnya di tanah Jawa, di Cirebon juga diadakan acara yang dinamakan Grebeg Mulud yang lebih dikenal dengan sebutan "Panjang Djimat". Acara ini diadakan oleh tiga Keraton, yaitu Kasepuhan , Kanoman, Kacirebonan pada tepat tgl 12 Mulud. Acara ini cukup cukup menarik perhatian masyarakat terutama masyarakat di sekitar kota Cirebon.
Suasana acara Panjang Djimat seolah-olah melambangkan kehamilan dan kelahiran yang di ekspresikan dengan simbol-simbol. Kelahiran dari Rasulullah Muhammas saw. Prosesi Panjang Djimat diawali dari Keraton yang nantinya diiringi iring-ringan yang membawa Panjang Djimat dan beberapa pusaka dari Bangsal Agung Panembahan ke Langgar Agung pada tepat pukul Sembilan malam dan kemabli pukul sebelas ke Bangsal Agung Panembahan. Di Langgar Agung sebelum kembali ke Bangsal Agung diadakan acara Aysraqalan yang di pimpin oleh Penghulu Keraton. Sega Rasul (Panjang Rasul) kemudian akan di bagikan kepada yang hadir disitu dan biasanya orang-orang akan berebutan untuk mengambil bagian walaupun hanya sedikit, yang mereka yakin mengandung Barakah. Persiapan semua prosesi dimulai dari hari ke limabelas bulan Sura dengan membersihkan beberapa bagian Keraton dan pusaka-pusaka yang di lakukan oleh para abdi dalem (orang-orang yang mengabdi ke keratin tanpa di bayar).
Panjang Djimat sendiri berupa piring lodor besar buatan china yang berdekorasi Kalimat Syahadat bertulisakan huruf Arab yang diyakini dibawa langsung oleh Sunan Gunung Djati. Sebanarnya acara panajng djimat ini sendiri hanya mengingatkan kita bahwa Panjang Djimat berarti; Panjang berarti dawa (panjang) tak berujung, Djimat berarti Si (ji) kang diru (mat). Artinya tulisan Syahadat yang tertulis di piring tersebut supaya selalu kita pegang selamanya sebagai umat muslim hingga akhir hayat.
Iring-iringan itu sendiri pada dasarnya melambangkan moment kelahiran Nabi Muhammad saw. Dianataranya ada 19 bagian penting dalam iring-iringan tersebut. Satu bagian diikuti oleh bagian lainnya dan masing-masing bagian ada seorang yang membawa lilin-lilin. Pertama seorang pria yang membawa sebatang lilin di tangannya yang berperan sebagai pelayan (Khadam) berjalan memberikan cahaya ke bagian kedua diikuti dua orang pria. Salah seorang pria membawa sesuatu yang menggambarkan sosok Abu Thalib (paman Rasul) dan pria kedua menggambarkan Abdul Al0Muthalib (kakek Rasul). Mereka berjalan di malam hari untuk di berikan ke midwife. Selanjutnya ada salah satu grup pria yang membawa dekorasi yang di sebut Manggaran, Nagan dan Jantungan yang melambangkan kebaikan Abdul Al-Muthalib, Seorang wanita membawa Bokor Kuningan yang terisi dengan koin-koin didalamnya yang melambangkan sifat ibu Rasul, selanjutnya diikuti seorang wanita yang membawa nampan yang terdiri dari botol berisi Lenga Mawar (distilasi bunga mawar) yang melambangkan Air Ketuban. Sebuah nampan yangh terdiri dari kembaang Goyah, Obat tradisonal melambangkan Plasenta. Penghulu Keraton bertindak seolah-olah memotong ari-ari.
Selanjutnya inti dari Panjang Djimat tersbut terdiri dari dua belas acara yang melambangkan 12 Rabi'ul Awwal atau Mulud yang merupakan hari kelahiran Rasulullah yang misinya membawa Kalimat Syahadat. Masing-masing piring dibawa oelh dua orang yang di iringi dua orang pengawal, semua yang membawa piring-piring tersebut di biasa dipanggil Kaum Masjid Agung, Panjang Djimat adalah tujuh angka penting. Kalimah Syahadat membawa setiap orang untuk menuntun ke tujuh tingkatan atau di Cirebon dikenal dengan Martabat Pitu yang merupakan doktrin dari tarek Syattariyah. Kembali ke prosesi ada dua orang pria yang membawa sejenis termos yang berisi bir untuk mengumpulkan darah setelah melahirkan, diikuti dua orang pria yang masing-masing membawa nampan dengan botol yang berisi jenis bir yang lain yang melambangkan kotoran saat melahirkan. Sebuah pendil yang berisi Sega Wuduk (nasi uduk) di bawa oleh seorang pria yang melambangkan betapa susahnya saaat melahirkan. Selanjtnya diikuti dengan Nasi Tumpeng dengan bekakak ayam yang di sebut dengan Sega Jeneng yang melambangkan Syukuran (Selametan) lahirnya seorang bayi. Selametan pada saat di berikan nya nama untuk seorang bayi yang biasanya pada saat ari-ari sang bayi mongering dan lepas (Puput). Tiga bagian terakhir pertama adalah delapan Cepon (wadah yang terbuat dari bambu) yang melambangkan delapan sifat Rasul. Empat sifat pertama adalah Sidiq (Cerdas), Amanah (Dipercaya), Tabligh (Menyampaikan), Fathonah(pintar), kempat sifat ini disebut sifat Wajib yang dimiliki Rasul. Dan keempat lainnya adalah sifat yang tidak dimiliki oleh Rasul yaitu Kidzib, Khianat, Kitman dan Baladah. Masing-masing Cepon penuh dengan beras yang menandakan Kemakmuran dan Yang Maha Kuasa memberikan naungan keseluruh alam (Rahmatan lil-'Alamin). Selanjutnya diikuti empat buah Meron atau Tenong (wadah besar bebentuk bundar) menandakan manusia terdiri dari empat elemen, Tanah, Air, Udara dan Api. Ada sumber yang mengatakan bahwa keempatnya adalah empat sahabat kalifah Abu Bakr, Umar, Ustman dan Ali. Selanjutnya diakhiri dengan empat Dongdang (wadah besar) yang melambangkan spiritual manusia yang terdiri dari Ruh, Kalam, Nur dan Syuhud yang nenandakan Keagungan Tuhan. Ada juga yang mengatakan keempat-empatnya adalah melambangkan empat Madzhab: Maliki, Syafi'I, Hanafi dan Hanbali.
Beberapa daerah juga merayakan acara Muludan ini dengan prosesi yang berbeda, akan tetapi biasanya acara membersihkan pusaka yang disaksikan oleh khalayak ramai seperti di Astana Gunung Djati pada tanggal 11, di Desa Panguragan pada tanggal 12, di desa Tuk pada tanggal 17 dan desa Trusmi pada tanggal 25 di bulan Maulud ini.

Jumat, 29 Februari 2008

Wulan Sapar (Saparan)

Saparan atau Safar adalah bulan ke dua dalam perhitungan kalender Islam Jawa. Bulan ini di percaya masyarakat adalah bulan musim kawin hewan, atau khewan sing pada kawin seperti anjing (asu), sehingga di bulan ini sebaikanya tidak dilakukan acara pernikahan atau masyarakat Cirebon mengenal bulan larangan untuk melakukan pernikahan. Disamping itu juga bulan sapar dikenal dengan bulan yang sering terjadi malapetaka atau wulan sing akeh sial (blai) khususnya hari rabu terakhir di bulan ini atau orang Cirebon mengenal dengan istilah "Rebo Wekasan". Asal usul keyakinan ini juga belum jelas tapi dari beberapa sumber yang di yakini masyarakat bahwa si hari rabu terakhir di bulan Sapar ini lah banyak terjadi bala. Sehingga di percaya untuk mencegah bala ini kita di anjurkan melakukan sholat 4 rokaat dengan bacaan surat Al-kautsar sebanyak 17 kali di rokaat pertama, Surat Al-Ikhlas sebanyak 5 kali di rokaat ke dua, Surat Al-Falaq di rokaat ke tiga dan Surat An-nas di baca satu kali di rokaat yang ke empat dan di akhiri dengan membaca do'a Asyura.

Masyarakat Cirebon percaya di bulan ini untuk menghindari melakuakn perjalanan jauh, perkerjaan yang cukup berbahaya. Dianjurkan di bulan ini banyak membantu orang lain dan memperbanyak sedekah khususnya untuk anak-anak yatim, para janda tua dan kaum jompo, dilain itu pula kita lebih meningkatkan dan mempererat tali silaturahmi diantara sesama. Berkaitan dengan ini maka masyarakat Cirebon selama bulan ini melakukan 3 macam kegiatan yang dikenal dengan "Ngapem, Ngirab dan Rebo Wekasan". Ngapem berasal dari kata Apem yaitu berupa kue yang terbuat dari tepung beras yang di fermentasi. Apem dimakan disertai dengan pemanis (Kinca) yang terbuat dari gula jawa dan santan. Umumnya masyarakat masih melakukan ini dengan membagi-bagikan ke tetangga yang intinya adalah bersyukur (Selametan) di bulan sapar yang kita terhindar dari malapetaka. Pesan yang di ambil dari Apem dan Kinca ini juga melambangkan kita untuk lebih memperhatikan fakir miskin , tetangga dan kerabat dekat untuk lebih mempereart tali silaturahmi karna di bulan ini penih dengan malapetaka. Apem juga melambangkan diri kita, pada saat kita memaknnya harus di celupkan di kinca yang melambangkan darah dan juga mengingatkan kita adanya kemungkinan diri kita akan terkena musibah. Ada juga cerita dari beberapa sumber bahwa tradisi ngapem ini berasal dari keraton yang sering membagi-bagikan apem di bulan ini, ada juga diartikan pada masa penjajahan belanda di cirebon bahwa apem melambangkan belanda yang harus di musnahkan dari cirebon dengan memasukan apem ke dalam kinca.
Bulan Safar yang diyakini bulan yang penuh malapetaka yang kemungkinan bisa terjadi di antara kita. hal ini konon di yakini bahwa Sunan kalijaga untuk mencegah kemungkinan datangnya Rebo Wekasan beliau mandi di Sungai Drajat pada saat berguru pada Sunan Gunung Djati untuk membersihkan diri dari bala di hari Rebo Wekasan. Hal ini akhirnya di ikuti oleh masyarakat pada saat itu dan dijadikan adat oleh masyarakat Cirebon. Hingga kini masyarakat Cirebon di hari Rebo Wekasan mengunjungi petilasan Sunan Kalijaga. Dengan menggunakan perahu mereka menuju kalijaga dan melakukan mandi di tempat yang di yakini dulu Sunan kalijaga mandi. Adat ini disebut dengan "Ngirab" yang artinya bergerak atau menggerakan sesuatu untuk membuang yang kotor. Beberapa masyarakat masih meyakini adat ini dengan dengan serius secara sepiritual, akan tetapi kebanyakan orang hanya untuk rekreasi dan bersenang-senang saja untuk melupakan bulan yang penuh bala ini.
Semua kegiatan di bulan Sapar ini belumlah lengkap bila tidak di akhiri dengan Rebo Wekasan yang merupakan hari yang sangat penting. Selepas Isya hingga Shubuh merupakan pergantian hari yg biasanya di pagi hari banyak anak-anak yang berkopiah dengan sarung yang di kalungkan ke badannya akan keliling dari rumah ke rumah untuk mensenandungkan nyanyian "Wur tawur nyi tawur, selamat dawa umur..." yang artinya " Bu, bagikan lah sesuatu ke kami semoga selalu sehat/aman dan panjang umur..." artinya bebas/selamat lah anda setelah hari Rebo terakhir ini. Bisanya si empunya rumah akan menanyakan " Sing endi cung?" terus akan di jawab oleh mereka dari pesantren atau dari daerah mana mereka tinggal...Mereka biasanya berkelompok minimal dua atau tiga orang dan kadang berlima.

Ada juga sumber sejarah yang mengatakan bahwa anak-anak tawurji ini berasal dari pengikut Syeikh Lemahabang/Syeh Siti Djenar alias Syeikh Datuk Abdul Djalil alias Syeikh Jabaranta. Berdasarkan sejarah dari para orang terdahulu bahwa Syek Siti Djenar ini dulunya bagian dari para Wali hanya beliau mengajarkan sesuatu yang membuat orang lupa/mengesampingkan Syariat. sehingga beliau konon di adili oleh dewan Walisongo di Masjid Agung Cirebon dan di eksekusi oleh Sunan Kudus dengan menggunakan keris Kantanaga milik Sunan Gunung Djati. Stelah beliau wafat jasadnya di makamkan di Kemlaten. Setelah wafatnya Syeikh Lemah Abang para pengikutnya (Abangan) sangatlah sedih, maka usul Sunan Kalijaga atas persetujuan Sunan Gunung Djati dengan Rebo Wekasan ini di anjurkan untuk berdoa, memberi selamat dari setiap rumah ke rumah agar selalu dilindungi oleh yang maha kuasa dan mereka di santuni dengan memberikan uang jajan karna tidak ada lagi yang mengasuh mereka.

Sura (Muharram) berkenaan dengan Hari jadi Kota Cirebon

Di Cirebon Sura berdasarkan hari pertama ke sepuluh di bulan Muharam yang juga bertepatan dengan Tahun baru Jawa dan Tahun baru Islam. Kota Cirebon sendiri hari Jadinya bertepatan dengan 1 Sura 1445. Peringatan Tahun baru Islam dan juga hari jadi Cirebon biasanya di rayakan oleh masyarakat Cirebon khususnya keluarga dari Keraton dengan mengadakan acara "Memaca Babad Cirebon" dan juga ada prosesi tertentu di Komplek Makan Sunan Gunung Djati (Gunung Sembung). Biasanya Pemerintah beserta masyarakat setempat mengadakan upacara selamatan berupa festival kebudayaan Cireboon, pameran dan lain-lain.

Didalam bulan muharram juga terkait dengan beberapa kejadian bersejarah. Tanggal 10 Muharram yang kita kenal dengan hari Asyura. Pada hari ini biasanya umat muslim melakukan puasa sunah Asyura. Dipercaya bahwa pada tanggal ini adalah kejadian pertama Adam dan Hawa di turun kan ke dunia akibat kesalahan yang telah mereka lakukan di Syurga, kisah Nabi Idris, mendaratnya kapal Nabi Nuh, Nabi Ibrahim yang diselamatkan dari api yang membakar dirinya, Nabi Musa mendapat 10 perintah tuhan, nabi Yusuf bebas dari penjara akibat fitnah Zulaikha, Nabi Yakub yang bisa meliahat dari kebutaannya, Nabi Yunus keluar dari perut ikan, Nabi Ayub sembuh dari sakit yang dideritanya, Bertemunya nabi Yusuf dan Yakub yang terpisah selama 40 tahun, hari lahirnya Nabi Isa dan diangkatnya beliau ke Syurga, nabi Muhammad saw menikah dengan Siti Khadijah dan masih banyak lagi kejadian-kejadian bersejarah dalam Islam lainnya.

Di Cirebon sendiri masyarakat tradisional masih melakukan Selametan, Sedekah berupa "Bubur Sura atau Bubur Slabrak" yang di bagikan ke tetangga dan saudara terdekat. Bubur ini terbuat dari beras yang dicampur dengan santan. yang diatasnya di taburi dengan beberapa pelengkap seperti tempe, kacang goreng, bawang goreng dan lain-lainnya, yang rasanya khas. Pesan yang di sampaikan dari bubur ini sangat jelas bahwa bubur itu sendiri berwarna putih yang melambangkan hari Asyura yang artinya Suci dan beberapa pelengkap itu sendiri melambangkan bahwa di hari tersebut banyak terjadi event-event bersejarah yang kita harus selalu ingat untuk menambah keimanan kita. Kapan dimulainya adat bubur Sura ini juga masih belum jelas kemungkinan di mulai pada saat jaman para Wali. Tapi sekilas kita bisa tahu bahwa pesan yang disampaikan bahwa selain kita memperingati hari bersejarah umat islam juga kita melatih diri untuk senantiasa bersedekah dan berbagi dengan orang lain di sekitar kita.